Cahaya Hijrah

Kamis, 03 November 2016

penyakit hati, mutiara islam

Penyakit-Penyakit Hati


Dan ketahuilah, bahwa kebaikan kebersihan dan keistikamahan hati tidak akan bisa dicapai
kecuali dengan membersihkannya dari berbagai penyakit dan melindunginya dari berbaga noda yang dapat merusaknya. Penyakit dan noda tersebut pada intinya ada lima macam dan
semua itu merupakan sumber segala penyakit dan bencana. Barangsiapa yang selamat darinya, maka selamatlah ia.

“Maka jika Anda selamat darinya, niscaya anda selamat dari bahaya besar, jika tidak, maka aku tidak menjamin anda selamat.”

Penyakit pertama: Syirik (menyekutukan Allah), baik syirik kecil maupun besar. Syirik adalah kezaliman yang sangat besar dan merupakan pokok segala kerusakan dan keburukan, hati bisa menjadi gelap, bahkan mati dan binasa karena syirik (menyekutukan Allah) itu.
فَمَن يُرِدِ الله أَن يهَْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ للإسلام وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيقاً حَرَجا كَأَنمَا يَ صعدُ فِى السماء كذلك يَجْعَلُ الله الرجس عَلَى الذين يؤُْمِنُونَ
Barangsiapa yang Allah menghendaki kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa
kepada orang-orang yang tidak beriman. (Al-Anam: 125).

Allah juga berfirman,
الذين ءَامَنُواْ وَلمَْ يلَْبِسُواْ إيمام بِظُلْمٍ أُوْلَئِكَ لهَمُُ الامن وَهُمْ مهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Anam: 82).

Hanya orang-orang beriman yang benar-benar beriman dan tidak mencampuradukkan imannya dengan syirik sajalah yang mendapat keamanan dan petunjuk yang sempurna dari Allah Tuhan semesta alam, sebagaimana firman Allah subhanahu wata'aala,
سَنُلْقِى فِى قُلُوبِ الذين كَفَرُواْ الرعب بِمَآ أَشْرَكُواْ بالله مَا لمَْ ينَُزلْ بِهِ سلطانا
Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. (Ali Imran: 151).

Hati tidak akan bisa selamat dan tidak akan dapat baik kecuali dengan bertauhid kepada Allah semata. Sejauh kualitas ketulusan iman dan kemurnian keyakinan yang dimiliki seseorang, sejauh itu pulalah kelapangan dada dan kebersihan hati yang bisa ia raih.

Hati itu diciptakan agar mengenal Penciptanya, mencintai dan mengesakan-Nya, dan supaya Tuhan yang telah menciptakannya itu ia cintai melebihi segala sesuatu selain- Nya dan berharap hanya kepada-Nya semata. Jadi, kebersihan dan kelapangan hati itu terletak pada keberhasilannya di dalam meraih tujuan dari diciptakannya, yaitu mengenal Allah, mencintai dan mengagungkan-Nya. Dan kebinasaannya terletak pada
hal yang sebaliknya. Maka, tidak akan ada kebaikan dan kelapangan sama sekali bagi
hati tanpa merealisasikan hal-hal tersebut. (Majmu’ Fatawa, 18/163)

Penyakit kedua: Melakukan bidah dan menyalahi sunnah Nabi shallallahu 'alahi wasallam. Bidah itu hanya akan menambah pelakunya semakin jauh dari Allah. Ia dapat merusak hati dan menghilangkan darinya apa saja yang berguna dan yang menyucikannya.

Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alahi wasallam dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang diada-adakan. Dan setiap perkara yang diada-adakan (baru) itu adalah bidah dan setiap bidah itu sesat! Apabila hati telah penuh dengan noda bidah maka ia menjadi gelap dan pandangannya pun menjadi kacau-balau, sehingga bagaimana mungkin ia akan mendapat keselamatan. Oleh karena itu, para ulama salaf sepakat dalam hal bahayanya bergaul dengan ahli bidah, karena pergaulan dengan mereka dapat menimbulkan kerusakan hati.

Al-Fudhail bin Iyadh radhiyallahu 'anhu berkata, Barangsiapa bergaul dengan pelaku bidah, maka Allah menimpakan kebutaan baginya. Maksudnya adalah kebutaan hati. Semoga Allah melindungi kita dari itu. Apabila kamu tidak sakit, lalu kamu bergaul dengan orang yang mengidap penyakit, dan kamu menjadi sahabatnya, maka sesungguhnya kamu adalah orang yang sakit. Nabi shallallahu 'alahi wasallam telah mengindikasikan bahwa di antara faktor yang dapat membersihkan hati dari dengki dan cengkeraman hawa nafsu yang merupakan penyakit hati adalah berpegang teguh kepada jama’atul muslimin, yaitu tidak keluar dari mereka dengan suatu bidah atau kesesatan.


Bersambung.. 

Minggu, 23 Oktober 2016

Makna Hijrah Dalam Kehidupan Seorang Muslim

Makna Hijrah Dalam Kehidupan Seorang Muslim




Kata hijrah berasal dari Bahasa Arab, yang berarti meninggalkan, menjauhkan dari dan berpindah tempat. Dalam konteks sejarah hijrah, hijrah adalah kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw bersama para sahabat beliau dari Mekah ke Madinah, dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Allah, berupa akidah dan syari’at Islam.
Dengan merujuk kepada hijrah yang dilakukan Rasulullah Saw tersebut sebagaian ulama ada yang mengartikan bahwa hijrah adalah keluar dari “darul kufur” menuju “darul Islam”. Keluar dari kekufuran menuju keimanan.
Umat Islam wajib melakukan hijrah apabila diri an keluarganya terancam dalam mempertahankan akidah dan syari’ah Islam.
Perintah berhijrah terdapat dalam beberpa ayat Al-Qur’an, antara lain: Qs. Al-Baqarah 2:218).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharpakn rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang mujairin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni;mat) yang mulia. (Qs. Al-An’fal, 8:74)
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan (Qs. At-Taubah, 9:20)
Pada ayat-ayat di atas, terdapat esensi kandungan:
  1. Bahwa hijrah harus dilakuakn atas dasar niat karena Allah dan tujuan mengarah rahamt dan keridhaan Allah.
  2. Bahwa  orang-oerang  beriman yang berhijrah dan berjihad dengan motivasi karena Allah dan tujuan untuk meraih rahmat dan keridhaan Allah, mereka itulah adalah mu’min sejati yang akan memperoleh pengampunan Allah, memperoleh  keebrkahan rizki (ni’mat) yang mulai, dan kemenangan di sisi Allah.
  3. Bahwa hijrah dan jihad dapat dilakukan dengan mengorbankan apa yang kita  miliki, termasuk  harta benda, bahkan jiwa.
  4. Ketiga   ayat  tersebut  menyebut  tiga  prinsip  hidup, yaitu  iman,  hijrah dan jihad. Iman bermakna keyakinan, hijtah bermakna perubahan dan jihad bermakna perjuangan dalam menegakkan risalah Allah.
Makna Hijrah
Hijrah sebagai salah satu prinsip hidup, harus senantiasa kita maknai dengan benar. Secara bahasa hijrah berarti meninggalkan. Seseorang dikatakan hijrah jika telah memenuhi 2 syarat, yaitu, yaitu yang pertama ada sesuatu yang ditinggalkan dan kedua ada sesuatu yang dituju (tujuan). Kedua-duanya ahrus dipenuhi oleh seorang yang berhijrah. Meninggalkan segala hal yang buruk, negative, maksiat, kondisi yang tidak kondisif, menju keadaan yang lebih yang lebih baik, positif dan kondisi yang kondusif untuk menegakkan ajaran Islam.

Dalam realitas sejarah hijrah senantiasa dikaitkan dengan meninggalkan suatu tempat, yaitu adanya peristiwa hijrah Nabi dan para sahabat meninggalkan tepat yang tidak kondisuf untuk berdakwah. Bahkan peristiwa hijrah itulah yang dijadikan dasar umat Islam sebagai permulaan ahun Hijriyah.

Tahun Hiriyah, ditetapkan pertama kali oleh Khalifah Umar bin Khatab ra, sebagai jawaban atau surat Wali Abu Musa Al-As’ari. Khalifah Umar menetapkan Tahun Hijriyah Kalender Tahun Gajah, Kalender Persia untuk menggantikan penanggalan yang digunakan bangsa Arab sebelumnya, seperti yang berasal dari tahun Gajah, Kalender Persia, Kalender Romawi dan kalender-kalendar lain yang berasal dari tahun peristiwa-peristiwa besar Jahiliyah. Khlifah Umar memilih peristiwa Hijrah sebagai  taqwim Islam, karena Hijrah Rasulullah aw dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah merupakan peristiwa paling monumental dalam perkembangan dakwah.

Refleksi     
Dengan telah berakhirnya tahun 1431 H dan tibanya tahun 1433 H, serta sebentar lagi akan segera pergantian tahun masehi dari 2011, suatu hal yang pasti bahwa usia kita bertambah dan jatah usia kita semakin berkurang. Sudah selayaknya kita menghisab drii sebelum dihisab oleh Allah. Rasulullah Saw bersabda:
“Hisablah (lakukan perhitungan atas) dirimu sebelum dihisab oleh Allah, dan lakukanlah kalkulasi amal baik dan amal burk sebelum Allah memberikan kalkulasi amal atas dirimu.

Apakah kehidupan kita banyak diisi dengan beribadah atau bermaksiat ? Apakah kita banyak mematuhi ajaran Allah ataukah banyak melanggar  atauran Allah ? Apakah kita ini termasuk orang yang menunaikan shalat fardlu atau malah lalai dalam menunaikan shalat fardlu ? Apakah diri kita ini termasuk golongan orang – orang ynag celaka mendapat siksa neraka ? Rasulullah bersabda :

Utsman bin Hasan bin Ahmad As-Syakir mengatakan:

“Tanda-tanda orang yang akan mendapatkan kecelakaan di akherat kelak ada empat perkara:
  1. Terlalu mudah melupakan dosa yang diperbuatnya, padahal dosa itu tercatat di sisi Allah. Orang yang mudah melupakan dosa ia akan malas bertobat dan mudah mengerjakan dosa kembali.
  2. Selalu mengingat (dan membanggakan) atas jasanya dan amal shalihnya, padahal ia sendiri tidak yakin apakah amal tersebut diterima Allah atau tidak. Orang selalu mengingat jasanya yag sudah lewat ia akan takabur dan malas untuk berbuat kebajikan kembali di ahri-hari berikutnya.
  3. Selalu melihat ke atas dalam urusan dunia. Artinya ia mengagumi sukses yang dialami orang lain dan selalu berkeinginan untuk mengejar sukses orang tersebut. Sehingga hidupnya selalu merasa kekurangan.
  4. Selalu melihat ke bawah dalam urusan agama. Akibat ia akan merasa puas dengan amalnya selama ini, sebab ia hanya membandingkan amalnya dengan amal orang lain di bawah dia.

Oleh: H. Dedih Surana, Drs., M.Ag. (Dosen Universitas Islam Bandung/Unisba) 
Sumber
:
unisba.ac.id